Paradoks Kewajiban Pembukuan

Apakah saya harus menyelenggarakan pembukuan ? Beberapa orang yang saya temui melontarkan pertanyaan yang kurang lebih serupa ini. Maklum… tidak semua orang menguasai pembukuan terutama akunting dan mengadakan sistem pembukuan yang memadai adalah tambahan biaya baik berupa waktu, tenaga kerja, maupun sumber daya yang lainnya. Tetapi permasalahan ini sangat mendasar dan tidak dapat dipandang sebelah mata.

Memang berdasarkan UU No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 28 ayat 1 berbunyi :

Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.”

Ketentuan di atas jelas mewajibkan bahwa setiap usahawan/badan usaha menyelenggarakan pembukuan. Tetapi pada ayat 2 diberikan pengecualian sbb :

“Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.”

Jadi untuk WP yang bukan usahawan dan WP yang memilih menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto tidak wajib menyelenggarakan pembukuan tetapi hanya diberi kewajiban melakukan pencatatan. Sementara itu untuk pengertian Norma Penghitungan Penghasilan Neto dijelaskan pada UU No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 14 ayat 1 :

“Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk menentukan penghasilan neto, dibuat dan disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.”

Jadi pada dasarnya Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah metode untuk menentukan penghasilan netto atau penghasilan bersih dari peredaran bruto alias omzet dengan metode dan tarif yang dibuat oleh Direktur Jenderal Pajak. Dan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dibatasi hanya untuk usahawan tertentu saja sebagaimana dinyatakan pada UU No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 14 ayat 2 :

“Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.”

Jadi jelaslah bahwa penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto hanya diperbolehkan bagi usahawan yang memiliki peredaran bruto kurang dari Rp 4,8 Milyar dan setelah sebelumnya memberitahukan secara tertulis dan pada ayat 4 menyatakan bahwa tidak adanya pemberitahuan tertulis dianggap memilih melakukan pembukuan. Ayat 4 ini harus diwaspadai untuk yang tidak ingin diminta untuk menyelenggarakan pembukuan.

Yang menarik adalah apa yang dinyatakan pada UU No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 14 ayat 5 yaitu :

“Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, termasuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), yang ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan atau tidak memperlihatkan pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya maka penghasilan netonya dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan peredaran brutonya dihitung dengan cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan”

Hal ini menunjukkan bahwa bila pembukuan yang diselenggarakan oleh WP tidak bisa memperlihatkan pencatatan atau bukti-bukti pendukung maka Penghasilan Nettonya bisa dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto! Hal ini tentunya paradoks dengan ayat 2 dan ayat 4 yang mewajibkan untuk melakukan pembukuan. Mengapa ?

Tentunya karena Norma Penghitungan Penghasilan Neto akan menetapkan Penghasilan Netto yang lebih tinggi daripada bila berdasarkan pembukuan! Dan tentunya hal ini akan membuat penetapan Pajak Penghasilan yang terhutang menjadi lebih besar.

Kembali ke pertanyaan awal : Apakah saya harus menyelenggarakan pembukuan ? seharusnya dirubah menjadi Apa sebaiknya saya memilih menyelenggarakan pembukuan ataukan memilih penetapan berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto ? Tentunya Anda harus mempertimbangkan dengan seksama pertanyaan ini. 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *