Setelah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.011/2013 diterbitkan pada 11 November 2013 yang lalu dan memuat istilah Faktur Pajak Elektronik, hanya ada sejumlah publikasi pers yang menyatakan tentang e-Faktur atau Faktur Pajak Elektronik. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.011/2013 ada menyebutkan bahwa tata cara pembuatan Faktur Pajak yang berbentuk elektronik akan ditetapkan melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Dan tanggal 1 Juli 2014 ini, Direktorat Jenderal Pajak memberlakukan sekaligus dua peraturan Direktur Jenderal Pajak yaitu PER – 16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik dan PER – 17/PJ/2014 tentang Perubahan kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 Tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara Penggantian Faktur Pajak.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 16/PJ/2014 benar-benar membahas sesuatu yang baru yaitu mengenai e-Faktur atau Faktur Pajak Elektronik. Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 16/PJ/2014 dijelaskan bahwa e-Faktur adalah Faktur Pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Bagaimana sistemnya, akan diketahui oleh sejumlah Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya di Jakarta sebagaimana dikutip dari sejumlah press release oleh Direktur Peraturan Perpajakan, Dirjen Pajak Kementerian Keuangan beberapa waktu yang lalu.
Beberapa hal yang pokok yang membedakan e-Faktur dengan Faktur Pajak hardcopy adalah :
- e-Faktur dibuat dengan menggunakan mata uang Rupiah.
- pembatalan e-Faktur melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak
- Bentuk e-Faktur adalah berupa dokumen elektronik Faktur Pajak, yang merupakan hasil keluaran (output) dari aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
- e-Faktur tidak diwajibkan untuk dicetak dalam bentuk kertas (hardcopy).
- e-Faktur wajib dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak ke Direktorat Jenderal Pajak dengan cara diunggah (upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dan memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.
- Direktorat Jenderal Pajak memberikan persetujuan untuk setiap e-Faktur yang telah diunggah (upload) sepanjang Nomor Seri Faktur Pajak yang digunakan untuk penomoran e-Faktur tersebut adalah Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak yang membuat e-Faktur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sedangkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 17/PJ/2014 sepenuhnya merupakah perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 08/PJ/2013 untuk memberikan kemudahan bagi Pengusaha Kena Pajak yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk menggunakan e-Faktur. Kemudahan tersebut berupa layanan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak melalui laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Selain itu Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 17/PJ/2014 menambahkan bahwa Pengusaha Kena Pajak yang sudah memperoleh Kode aktivasi dan Password wajib melakukan aktivasi wadah layanan perpajakan secara elektronik (Akun Pengusaha Kena Pajak) yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan Kode Aktivasi, melalui KPP tempat terdaftar atau melalui laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Untungnya bagi PKP yang telah memperoleh Kode Aktivasi dan Password sebelum 1 Juli 2014, Aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak dilakukan secara jabatan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Aplikasi e-Faktur ini benr-benar solusi yang sangat membantu (deus ex machina) Pengusaha Kena Pajak dalam memperoleh nomor Faktur Pajak karena bagi banyak Pengusaha Kena Pajak, memperoleh nomor Faktur Pajak membutuhkan effort, waktu dan biaya yang tidak sedikit terutama bagi Pengusaha Kena Pajak yang memiliki lokasi geografis yang cukup jauh dari KPP tempat Pengusaha Kena Pajak tersebut terdaftar.