Kode Etik Pemeriksa Pajak

Belum lama ini seorang teman bertanya apakah saya mengetahui kode etik pemeriksa pajak. Pertanyaan ini cukup sederhana tetapi di masa saat ini yang mana kewajiban dan hak sebagai warganegara mulai menjadi perhatian maka sewajarnyalah hak dan kewajiban seorang Wajib Pajak yang diperiksa oleh Pemeriksa Pajak diketahui oleh Wajib Pajak yang bersangkutan yang salah satunya menyangkut Kode Etik Pemeriksa Pajak.

Pertanyaan ini mendorong saya untuk melakukan riset dan hasilnya tidaklah mengecewakan. Sebenarnya tidak ada aturan spesifik yang mengatur kode etik pemeriksa Pajak. Tetapi saya berhasil menemukan bahwa pada PER 9/PJ./2010 tentang Standar Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan ada aturan yang mengatur Perilaku (code of conduct) Pemeriksa saat dilakukan pemeriksaan.

Pasal 4 Angka (2) berbunyi sebagai berikut :

(2) Standar umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak, dan menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama

b. Jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara.
1) Pemeriksa Pajak dituntut untuk selalu jujur dan bersih dari tindakan tercela serta mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi ataupun golongan.
2) Pemeriksa Pajak harus tunduk pada kode etik yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
3) Dalam semua hal yang berkaitan dengan pemeriksaan, Pemeriksa Pajak harus bersikap independen, yaitu tidak mudah dipengaruhi oleh keadaan/kondisi/perbuatan dan/atau Wajib Pajak yang diperiksanya. Gangguan independensi yang dapat dialami oleh Pemeriksa Pajak selama pemeriksaan meliputi hal-hal berikut :
a) memiliki hubungan pertalian darah ke atas, ke bawah, atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan Wajib Pajak;
b) memiliki kepentingan keuangan , baik secara langsung maupun tidak langsung dengan Wajib Pajak;
c) pernah bekerja atau memberikan jasa di bidang yang berhubungan dengan masalah perpajakan, akuntansi, ataupun keuangan kepada Wajib Pajak dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir;
d) memiliki teman dekat/keluarga yang bekerja dalam posisi kunci di tempat Wajib Pajak;atau
e) keadaan/kondisi/perbuatan tertentu lainnya yang menurut pandangan pihak lain dapat mengganggu indepedensi Pemeriksa Pajak.
4) Dalam hal Pemeriksa Pajak mengalami gangguan independensi sebagaimana dimaksud pada angka 3) di atas, maka Pemeriksa Pajak harus secepatnya memberitahukan kepada Kepala UP2 tentang adanya gangguan independensi
tersebut. Selanjutnya, Kepala UP2 harus segera mengambil tindakan untuk mengatasi gangguan independensi tersebut.
c. Taat terhadap berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk taat terhadap batasan waktu yang ditetapkan

Tetapi selain itu, pemeriksa pajak adalah termasuk pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang terikat pada Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana termaktub pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1/PM.3/2007 tentang Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1/PM.3/2007 Pasal 3 menetapkan kewajiban Pegawai Direktorat Jenderal Pajak antara lain :

1. menghormati agama, kepercayaan, budaya, dan adat istiadat orang lain;
2. bekerja secara profesional, transparan, dan akuntabel;
3. mengamankan data dan atau informasi yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak;
4. memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak, sesama Pegawai, atau pihak lain dalam pelaksanaan tugas dengan sebaik-baiknya;
5. mentaati perintah kedinasan;
6. bertanggung jawab dalam penggunaan barang iventaris milik Direktorat Jenderal Pajak;
7. mentaati ketentuan jam kerja dan tata tertib kantor;
8. menjadi panutan yang baik bagi masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan;
9. bersikap, berpenampilan, dan bertutur kata secara sopan.

Sedangkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1/PM.3/2007 Pasal 4 berisi larangan bagi Pegawai Direktorat Jenderal Pajak antara lain :

1. bersikap diskriminatif dalam melaksanakan tugas;
2. menjadi anggota atau simpatisan aktif partai politik;
3. menyalahgunakan kewenangan jabatan baik langsung maupun tidak langsung;
4. menyalahgunakan fasilitas kantor;
5. menerima segala pemberian dalam bentuk apapun, baik langsung maupun tidak langsung, dari Wajib Pajak, sesama Pegawai, atau pihak lain, yang menyebabkan Pegawai yang menerima, patut diduga memiliki kewajiban yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaannya;
6. menyalahgunakan data dan atau informasi perpajakan;
7. melakukan perbuatan yang patut diduga dapat mengakibatkan gangguan, kerusakan dan atau perubahan data pada sistem informasi milik Direktorat Jenderal Pajak;
8. melakukan perbuatan tidak terpuji yang bertentangan dengan norma kesusilaan dan dapat merusak citra serta martabat Direktorat Jenderal Pajak

Nah jadi sekarang tugas kitalah sebagai warganegara untuk membantu Negara mendorong aparat-aparat Pajak untuk bertindak sesuai Kode Etik dan bahkan untuk meluruskan tindakan aparat-aparat yang tidak pantas karena sebenarnya mereka (Pegawai Direktorat Jenderal Pajak) bekerja untuk kita pembayar pajak ini Smile.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *