Pengenaan PPh FINAL 1% Atas UKM

Pada masa DirJen Pajak dijabat oleh Fuad Bawazier, DJP pada masa itu memunculkan ide pengenaan Pajak Final. Dan ide itu dibangkitkan kembali pada masa DirJen Pajak dijabat oleh Darmin Nasution. Pada masa itu (2008), DJP mengusulkan ide pengenaan Pajak Final atas UKM dengan besaran tarif sebesar 2% dengan penerapan secara nasional yaitu kepada Wajib Pajak yang nilai transaksinya dibawah Rp 5 Milyar per tahun. Usul itu menjadi konsep yang menjadi bahan negosiasi yang alot antara Kementrian Keuangan dan Kementrian Perdagangan. Akibatnya usulan PPh Final atas UKM ini menjadi timbul tenggelam tanpa pernah diketahui kapan terealisasi.

Akhirnya setelah menunggu lama, pengenaan PPh Final atas UKM direalisasi dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu yang diberlakukan mulai tanggal 1 Juli 2013. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2) bahwa Penghasilan yang dapat dikenai pajak bersifat Final diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Secara ringkas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 ini menetapkan pengenaan PPh Final sebesar 1% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan pada Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang memiliki Peredaran Bruto dibawah Rp 4,8 Miliar setahun dengan kriteria tertentu.

Bagi Orang Pribadi, yang dikecualikan dari pengenaan PPh Final ini adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa melalui suatu tempat usaha yang dapat dibongkar pasang, termasuk yang menggunakan gerobak, dan menggunakan tempat untuk kepentingan umum yang menurut peraturan perundang-undangan bahwa tempat tersebut tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan, misalnya pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung tenda di trotoar, dan sejenisnya (lihat Penjelasan Pasal 2 Ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 ini). Bagi Badan, yang dikecualikan adalah Bentuk Usaha Tetap (BUT), Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp 4,8 Miliar, dan atas atas penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final lainnya.

Pengenaan PPh Final ini ditujukan pada Wajib Pajak yang menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 Miliar setahun sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Pasal 2 Ayat (2) huruf b. Pengertian ini amat tidak jelas. Sedangkan pada penjelasannya, disampaikan bahwa pengertian jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas meliputi :

  1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
  2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
  3. olahragawan;
  4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
  5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
  6. agen iklan;
  7. pengawas atau pengelola proyek;
  8. perantara;
  9. petugas penjaja barang dagangan;
  10. agen asuransi; dan
  11. distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.

Sementara ini, pengertian yang ditangkap dari Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Pasal 2 Ayat (2) huruf b ini adalah Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, tidak dikenakan PPh Final 1% sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 ini melainkan dikenakan tarif umum PPh sesuai UU No 36 Tahun 2008 Pasal 17.

Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 ini akan merubah total konsep perencanaan pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan yang memenuhi kriteria. Bagi Wajib Pajak yang berusaha dengan tingkat net profit margin yang tinggi (di atas 5%), hal ini merupakan kabar gembira karena PPh yang harus dibayar menjadi semakin rendah. Sedangkan bagi Wajib Pajak yang berusaha dengan tingkat net profit margin yang rendah (di bawah 5%), peraturan pemerintah ini hanya akan semakin memberatkan.

Karena itu akan muncul pertanyaan besar berikutnya : Apakah Wajib Pajak diperbolehkan memilih antara tarif PPh Final 1% sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dan tarif umum PPh sesuai UU No 36 Tahun 2008 Pasal 17 ? Selain itu masih banyak pertanyaan lain seputar mekanisme pemajakan dari PPh Final 1% sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. Dan itu semua harus diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Jadi mari kita tunggu Peraturan Menteri Keuangannya. 🙂

Baca Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 di Scribd.

11 thoughts on “Pengenaan PPh FINAL 1% Atas UKM”

  1. ah bikin bingung, bagaimana dengan WP yang bergerak dalam penyerahan jasa ? kan WP tersebut sudah dikenakan pemotongan PPh 23 oleh pihak lain. Jadi kena 3% dong

    1. Dear Emi,

      Ajukan permohonan untuk mendapatkan SKB dari KPP terdaftar.
      Maaf, opini saya sebelumnya bisa diabaikan karena penafsiran yang salah atas PP Nomor 46/2013.

      Salam

    1. Semua dikenakan. Pengecualian bisa dilihat pada PP 46 Tahun 2013 Pasal 2 Ayat (2), (3) dan (4) beserta penjelasannya.

  2. Mohon dibantu Pak…
    saya masih bingung dengan masa berlaku PP 46 Thn 2013 sejak 1 Juli 2013, apakah pada masa juli sudah wajib melaporkan PPh final (asumsi perush memenuhi kreteria dalam PP ini). Kemudian bagaimana perlakuan PPh 25 yang telah dilaporkan pada masa Jan-Jun 2013? apakah PPh 25 tidak dilapor lagi pada masa Juli?
    Mohon pencerahan
    Terimakasih

    1. Sejak 1 Juli 2013 atau masa Juli 2013 sudah berlaku ketentuan PP 46 Tahun 2013 ini.
      Mengenai PPh Pasal 25, sebaiknya kita tunggu juklaknya. 🙂

  3. Kalau ada wp mempunyai jenis usaha yang berbeda bagaimana perlakuan PP 46 tahun 2013 nya, conto tuan a mempunyai usaha dagang pakaian jadi dengan omzet setahun Rp.1,5 M disamping itu tuan a juga mempunyai penghasilan lain-lain (dari hasil panen karena mempuyai harta sawah/ladang) Misal Rp.800 juta bagaimana menghitung PPh Finalnya apakah semua Rp.2.3 m x 1%

    Mohon pencerahannya.
    Wassalam

    1. Dear Rekan Tatang,

      Contoh yang rekan Tatang sampaikan termasuk obyek PPH Final UMKM sesuai PP Nomor 46/2013. Sehingga dikenakan tarif 1% X Rp. 2.3M.
      Bila pendapatan yang lain berupa gaji pegawai atau dari pekerjaan bebas sebagai notaris (misalnya), maka pengenaan 1% hanya atas obyek PPH Final UMKM sesuai PP Nomor 46/2013.

      Salam

  4. Terimakasih atas pencerahannya,
    Tapi maaf masih ada pertanyaa..
    Kalau WP sebagai Manufacture dengan omzet tidak melebihi 4,8 m dan terdapat PPh Pasal 22 Import, PPh Pasal 23 atas Jasa Makloon Bagaimana cara memisahkan objek PPh Final 1% nya.

    Terimakasih,
    Wassalam

    1. Pertanyaan Rekan Tatang tidak menunjukkan adanya bukan obyek pajak sesuai PP No 46 Tahun 2013. Untuk PPh Pasal 22 Import dan PPh Pasal 23 atas Penghasilan yang dikenai Pajak Final Sesuai PP No 46 Tahun 2013 tetap bisa dikreditkan walaupun bisa menimbulkan kondisi LB pada SPT Tahunan. Lakukan permohonan SKB ke KPP terdaftar untuk mencegah pemungutan/pemotongan PPh Pasal 22 / 23.

      Salam

Leave a Reply to admin Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *