Saatnya Strategi Tax Planning Harus Berubah

Perencanaan Pajak atau Tax Planning pada dasarnya terdiri dari 3 strategi dasar yaitu memastikan bahwa seluruh prosedur pembayaran dan pelaporan pajak sudah dilakukan untuk memperkecil pengenaan sanksi , memperkecil biaya-biaya yang tidak diperbolehkan menjadi pengurang/biaya (non deductible expenses) dalam menghitung pajak, dan memilih pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Salah satu tax planning yang umum digunakan oleh banyak perusahaan adalah menggunakan komponen biaya hutang.

Dengan memperbesar hutang, maka secara lumrahnya, beban bunga pinjaman akan menjadi lebih besar. Besarnya beban bunga pinjaman ini akan mengakibatkan keuntungan perusahaan tergerus dan PPh yang harus dibayar oleh Perusahaan menjadi mengecil. Strategi tax planning ini rupanya sudah disadari saat Pemerintah merumuskan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan pada awal reformasi perpajakan di tahun 1980-an. Sehingga pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang kini sudah diperbarui sebagai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan terdapat Pasal 18 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut :

Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak berdasarkan Undang-undang ini.

Karena itu kemudian ditetapkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1002/KMK.04/1984 Tentang Penentuan Perbandingan Antara Hutang Dan Modal Sendiri Untuk Keperluan Pengenaan Pajak Penghasilan pada tanggal 8 Oktober 1984 yang menetapkan bahwa untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan besarnya perbandingan antara hutang dan modal sendiri (debt equity ratio) ditetapkan setinggi-tingginya tiga dibanding satu (3 : 1).

Tetapi entah mengapa, Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1002/KMK.04/1984 ini ditangguhkan sampai saat yang ditentukan kemudian oleh Menteri Keuangan. Dan pada tanggal 9 September 2015 yang lalu, diterbitkanlah  Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 169/PMK.010/2015 Tentang Penentuan Besarnya Perbandingan Antara Utang Dan Modal Perusahaan Untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan.

Dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 169/PMK.010/2015 ini maka Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1002/KMK.04/1984 tentang Penentuan Perbandingan antara Utang dan Modal Sendiri Untuk Keperluan Pengenaan Pajak Penghasilan dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.01/1985 tentang Penundaan Pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1002/KMK.04/1984 tentang Penentuan Perbandingan antara Utang dan Modal Sendiri Untuk Keperluan Pengenaan Pajak Penghasilan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 169/PMK.010/2015 ini menetapkan bahwa untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan besarnya perbandingan antara hutang dan modal sendiri (debt equity ratio) ditetapkan setinggi-tingginya empat dibanding satu (4 : 1) dimana biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak adalah sebesar biaya pinjaman sesuai dengan perbandingan utang dan modal dengan ratio setinggi-tingginya empat dibanding satu (4 : 1).

Pengecualian atas penerapan aturan ini diberikan pada :

  • Wajib Pajak bank;
  • Wajib Pajak lembaga pembiayaan;
  • Wajib Pajak asuransi dan reasuransi;
  • Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya yang terikat kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan, dan dalam kontrak atau perjanjian dimaksud mengatur atau mencantumkan ketentuan mengenai batasan perbandingan antara utang dan modal; dan
  • Wajib Pajak yang atas seluruh penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri; dan
  • Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang infrastruktur

Selain itu, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 169/PMK.010/2015 menetapkan bahwa Wajib Pajak yang mempunyai utang swasta luar negeri, wajib menyampaikan laporan besarnya utang swasta luar negeri tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak dengan konsekuensi bila tidak dilaporkan kepada Direktur Jenderal Pajak, maka atas biaya pinjaman yang terutang dari utang swasta luar negeri tersebut tidak dapat dijadikan pengurang/beban (non deductible expenses) dalam menghitung penghasilan kena pajak. Aturan ini mulai diberlakukan untuk tahun pajak 2016 dan seterusnya.

Dengan demikian dalam melakukan tax planning perlu ada perubahan strategi tax planning dengan menjaga agar perbandingan antara hutang dan modal sendiri (debt equity ratio) tidak melebihi empat dibanding satu (4 : 1) supaya seluruh biaya/beban bunga pinjaman dapat dibebankan sebagai biaya (deductible expenses) dalam menghitung Pajak Penghasilan.

Jadi ayo kita hitung perbandingan antara hutang dan modal sendiri (debt equity ratio) dan lakukan upaya agar perbandingan antara hutang dan modal sendiri (debt equity ratio) bisa dijaga di bawah empat dibanding satu (4 : 1)!

One thought on “Saatnya Strategi Tax Planning Harus Berubah”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *