Transaksi Online Bakal Dipajaki

JAKARTA (jpnn.com) – Upaya optimalisasi penerimaan pajak terus dilakukan. Bisnis perdagangan online atau e-commerce yang terus tumbuh menjadi sasaran baru pemerintah dalam program ekstensifikasi pajak.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany mengatakan, transaksi perdagangan online kini memang menjadi target baru yang akan segera dibidik oleh aparat pajak. “Selama ini belum ada pajaknya, padahal nilai transaksinya terus membesar,” ujarnya Selasa (30/10).

Fuad mengakaui, sampai saat ini regulasi perpajakan di Indonesia memang belum mengatur pengenaan pajak pada transaksi perdagangan online. Karena itu, kini pemerintah tengah mengebut kajian penerapan pajak transaksi online dengan menggunakan referensi regulasi perpajakan di negara lain yang sudah menerapkannya. “Ini legal framework-nya harus kita siapkan,” katanya.

Sebagai gambaran, informasi dari beberapa konsultan perdagangan online menyebut nilai transaksi online di Indonesia pada tahun ini diperkirakan sudah menembus angka USD 260 juta atau sekitar Rp 2,4 triliun. Pada 2013, nilainya diproyeksi melonjak hingga USD 470 juta (sekitar Rp 4,4 triliun) dan pada 2014 bakal mencapai USD 770 juta (sekitar Rp 7,2 triliun).

Namun demikian, lanjut Fuad, saat ini Direktorat Jenderal Pajak masih kesulitan untuk mengakses data transaksi perdangan online via internet. Sebab, belum ada regulasi mengenai bagaimana pelaporan transaksi online tersebut. “Jadi kita tidak tahu siapa saja yang melakukan transaksi. Akses ini yang kita coba dapatkan,” ucapnya.”

Sementara itu, terkait rencana pengenaan pajak pada sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan bahwa pemerintah akan memberlakukan sistem perpajakan yang sederhana dan adil. “Tentu ada kriteria khusus, seperti pedagang kaki lima, misalnya pedagang eceran sederhana, tentu tidak perlu bayar pajak,” ujarnya.

Menurut Agus, untuk wajib pajak UMKM, pemerintah akan menyusun sistem yang sederhana. Misalnya, dengan tidak perlu membikin SPT atau surat pemberutahuan pajak tahunan yang membuat proses dan prosedurnya panjang serta menyulitkan pelaku UMKM. “Sistem sederhana ini yang sedang kita susun, misalnya (pajaknya) berdasar omzet saja,” katanya.

Di lain pihak, Agus meminta agar para pengusaha besar dengan omzet besar bisa lebih patuh dalam melaksanakan kewajiban pajaknya. Sebab, dia mengakui bahwa tingkat kepatuhan pembayar pajak di Indonesia masih rendah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *