Penyesuaian SPT Masa PPN 1111

Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai 1111 ditetapkan melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 44/PJ/2010 Tentang Bentuk, Isi, Dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) yang mulai berlaku sejak masa pajak Januari 2011. Dengan adanya penyesuaian dengan diberlakukannya Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER- 24/PJ/2012  dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-52/PJ/2012 tentang Penomoran Faktur Pajak maka berpengaruh pula pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai 1111 walaupun perubahan tersebut hanya perubahan minor.

Untuk itu sejak tanggal 12 April 2013 diberlakukan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2013 yang mengubah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 44/PJ/2010 Tentang Bentuk, Isi, Dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN). Perubahan-perubahan yang berpengaruh ternyata tidak hanya menyangkut perubahan terkait dengan diberlakukannya Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER- 24/PJ/2012  dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-52/PJ/2012 tentang Penomoran Faktur Pajak tetapi juga menunjukkan arah kebijakan DJP mengenai cara pelaporan pajak.

Perubahan tersebut bisa dirangkum sebagai berikut :

  1. Muncul kewajiban melaporkan Faktur Pajak Masukan yang tidak dikreditkan oleh PKP yang dinyatakan dengan penambahan Ayat (1a) Pasal 2 yang berbunyi “Pajak Masukan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dapat dikreditkan namun tidak dilakukan pengkreditan oleh PKP, harus dilaporkan dalam Formulir 1111 B3
  2. Muncul kewajiban untuk melaporkan SPT Masa PPN 1111 secara elektronik (dalam media elektronik; atau melalui e-Filing). Dimana pengecualian diberikan hanya kepada PKP Orang Pribadi yang :
    1. melaporkan tidak lebih dari 25 (dua puluh lima) dokumen (Faktur Pajak/dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dan/atau Nota Retur/Nota Pembatalan) pada setiap Lampiran SPT dalam 1 (satu) Masa Pajak; dan
    2. jumlah seluruh penyerahan barang dan jasanya dalam 1 (satu) Masa Pajak kurang dari Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
  3. Ditegaskan bahwa pelaporan SPT Masa PPN secara hardcopy bagi PKP yang tidak memenuhi pengecualian di atas dianggap tidak menyampaikan SPT Masa PPN.
  4. Ditegaskan bahwa pengisian pada form 1111-B3 adalah Faktur Pajak yang Pajak Masukannya tidak dikreditkan  (kata dapat dihilangkan) untuk memastikan kewajiban melaporkan Faktur Pajak Masukan yang tidak dikreditkan.
  5. Penetapan bahwa sejak SPT Masa PPN April 2013 terutama mengenai pembetulan SPT Masa PPN akibat adanya penggantian Faktur Pajak mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER- 24/PJ/2012.
  6. Ada Perubahan Minor pada Lampiran 1111 B3 dan 1111 AB yang semula tertulis Faktur Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan menjadi  Faktur Pajak Masukan Yang Tidak Dikreditkan (Kata “Dapat” dihapuskan).

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa :

  1. DJP menghendaki pelaporan SPT Masa PPN secara elektronik.
  2. DJP mewajibkan semua Faktur Pajak Masukan yang tidak dikreditkan dilaporkan.
  3. Sejak masa April 2013 pembetulan SPT Masa PPN akibat adanya penggantian Faktur Pajak mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER- 24/PJ/2012.

PER-11/PJ./2013 bisa dibaca di hlpconsultant.

Jadi ayo kita lapor secara e-filing !